Suatu hari, dua orang sahabat menghampiri sebuah lapak untuk
membeli buku dan majalah. Penjualnya ternyata melayani dengan buruk. Mukanya
pun cemberut. Orang pertama jelas jengkel menerima layanan seperti itu. Yang
mengherankan, orang kedua tetap enjoy, bahkan bersikap sopan kepada penjual
itu. Lantas orang pertama itu bertanya kepada sahabatnya, “Hei. Kenapa kamu
bersikap sopan kepada penjual yang menyebalkan itu?”
Sahabatnya menjawab, “Lho, kenapa aku harus mengizinkan dia
menentukan caraku dalam bertindak? Kitalah sang penentu atas kehidupan kita,
bukan orang lain.”
“Tapi dia melayani kita dengan buruk sekali,” bantah orang
pertama. Ia masih merasa jengkel.
“Ya, itu masalah dia. Dia mau, tidak sopan, melayani dengan
buruk, dan lainnya, toh itu enggak ada kaitannya dengan kita. Kalau kita sampai
terpengaruh, berarti kita membiarkan dia mengatur dan mempengaruhi hidup kita.
Padahal kitalah yang bertanggung jawab atas diri sendiri.”
Tindakan kita kerap dipengaruhi oleh tindakan orang lain
kepada kita. Kalau mereka melakukan hal yang buruk, kita akan membalasnya
dengan hal yang lebih buruk lagi. Kalau mereka tidak sopan, kita akan lebih
tidak sopan lagi. Kalau orang lain pelit terhadap kita, kita yang semula
pemurah tiba-tiba jadi sedemikian pelit kalau harus berurusan dengan orang itu.
Coba renungkan. Mengapa tindakan kita harus dipengaruhi oleh
orang lain? Mengapa untuk berbuat baik saja, kita harus menunggu diperlakukan
dengan baik oleh orang lain dulu? Jaga suasana hati. Jangan biarkan sikap buruk
orang lain kepada kita menentukan cara kita bertindak! Pilih untuk tetap
berbuat baik, sekalipun menerima hal yang tidak baik.
“Pemenang kehidupan” adalah orang yang tetap sejuk di tempat
yang panas, yang tetap manis di tempat yang sangat pahit, yang tetap merasa
kecil meskipun telah menjadi besar, serta tetap tenang di tengah badai yang
paling hebat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar