Selasa, 04 Februari 2014

LANDASAN HUKUM BIMBINGAN DAN KONSELING



Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah dilandasi oleh landasan hukum yang berupa undang-undang dan peraturan. Dengan adanya landasan hukum ini makin mengokohkan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Berikut ini beberapa peraturan yang melandasi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
     1)      Di dalam kurikulum 1975 Buku III C untuk SD, SMP dan SMA telah dibakukan secara operasional pelasanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah demikian pula dalam kurikulum Pendidikan Menengah Kejuruan 1976 Buku III D.
Di dalam kurikulum tersebut dalam bab pendahuluan (1.4) berbunyi: Pelaksanaan pendidikan di SD/SMP/SMA bertujuan mengembangkan siswa secara optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu melibatkan 3 komponen Pokok yaitu:
a. Program kurikulum yang baik.
b. Administrasi pendidikan yang lancar
c. Pelayanan bimbingan yang terarah; disertai dengan sarana dan prasarana yang mamadai.
Ketiga komponen pokok itu merupakan komponen-komponen yang integral dan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.
    2)      SK Mendikbud No 0370/0/1978, untuk SMP, tanggal 22 Desember 1978, dan  SK Mendikbud No. 0371/01978, untuk SMA, tanggal 22 Desember 1978, menyatakan bahwa fungsi SMP  / SMA adalah :
a. melaksankan pendidikan  sesuai dengan kurikulum.
b. melaksanakan Bimbingan dan Penyuluhan bagi siswa.
c. Melakasanakan urusan tata usaha dan urusan rumah tangga sekolah.
d. Membinan kerjasama dengan orang tua siswa dan masayarakat.
   3)      Kurikulum SMP dan SMA tahun 1984 tentang pelakasanaan bimbingan karir yang terdiri dari 5 paket, paket I Pemahaman diri, paket II nilai-nilai, paket III pemahaman lingkungan, paket IV hambatan dan cara mengatasi hambatan, paket V merencanakan masa depan.
     4)      Undang-undang pendidikan no 2 tahun 1989 tentang system pendidikan nasional menegaskan bahwa :
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi perannya yang akan datang.
Tenaga pendidikan adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar, dan atau melatih peserta didik. Pendidikan nasional bertujuan mencerdasarkan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa dan Berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, dan kesehatan jasmani dan rohani, mandiri seta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
  5)      Peraturan Pemerintah no 28 tahun 1990, Menurut PP No. 28/1990 Tentang Pendidikan Dasar Bab X Bimbingan pasal 25 ayat (1) Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan pada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan, ayat (2) Bimbingan diberikan oleh guru pembimbing, ayat (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat 1 dan 2 diatas oleh menteri.
    6)      (1) dan (2) di atas oleh menteri.Peraturan Pemerintah No 29 thun 1990 Bab X pasal 27 tentang Sekolah Menengah: Pasal 27 Ayat (1) Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan pada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan. Ayat (2) Bimbingan diberikan oleh guru pembimbing. Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan pada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan, kalimat tersebut telah secara langsung memuat pengertaian dan tujuan pokok bimbingan dan konseling di sekolah.
     7)      Menurut SK Menpan no 26 tahun 1989 Surat Edaran Bersama Mendikbud dan Kepala BAKN tanggal 15 Agustus 1989 serta Surat Edaran Mendikbud tanggal 5 juli 1990 terdapat guru BP dengan latar belakang yang berbeda-beda:
a. Guru kelas sekaligus sebagai guru BP
b. Guru bidang studi yang merangkap guru BP
c. Guru BP yang merangkap sebagai guru bidang studi
d. Guru BP yang dengan latar pendidikan no BP
e. Kepala Sekolah yang sekurang-kurangnya membimbing 40 siswa.
f. Guru yang memiliki minor BP
g. Guru BP yang memiliki ijasah BP.
Mengingat latar belakang yang berbeda-beda seperti tersebut diatas, maka akan mengahadapi berbagai hambatan dalam pelaksanaan  bimbingan dan konseling di sekolah.
     8)      Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 38 Tahun 1992 tanggal 17 Juli 1992 tenaga kependidikan.
Pada bab I pasal 1
Ayat 2 berbunyi: Tenaga pendidik adalah tenaga kependidikan yang bertugas membimbing, mengajar atau melatih peserta didik.
Ayat 3 berbunyi: tenaga kependidikan terdiri atas pembimbing, pengajar dan pelatih.
Pada Bab XI pasal 38 samapai dengan pasal 47 menyatakan bahwa pembimbing adalah tenaga kependidikan pada TK, SD, SMP, SMU, SMK, Sekolah Menengah Keagaamaan, Sekolah Menengah Kedinasan, dan Sekolah Menengah Umum Luar Biasa.
     9)      SK Menpen No 84/ 1993 tentang jabatan Fungsional Guru dan Angka kreditnya, pasal 3, tugas pokok Guru adalah :
a. Menyusun program Pengajaran, menyajikan program pengajaran, evaluasi belajar, analisis evaluasi hasil belajar, serta menyusun program perbaikan dan pengayaan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya. Atau
b. Menyusun Program Bimbingan Melaksanakan program bimbingan, evaluasi program bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menajdi tanggung jawabnya.
Pasal 5 butir 2 : Proses belajar mengajar atau bimbingan meliputi :
a. Melaksanakan proses belajar mengajar atau praktek atau melaksanakan bimbingan dan konseling. Jadi istilah bimbingan dan penyuluhan diganti dengan bimbingan dan konseling.
   10)  SK Bersama Mendikbud dan Kepala BAKN No 0433/0/1993 dan No 25 tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan atau Fungsional Guru dan Angka Kreditnya :
Pasal 1 butir 4, berbunyi Guru pembimbing adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam bimbingan dan konseling terhadap sejumlah peserta didik. (butir 10,11,12,13,14) adalah uraian penjelasan tugas pokok guru pembimbing.
SK Menpan No 84/1993, dan SK Mendikbud no 025/0/1995 : 1). Menyusun program bimbingan, 2). Melaksanakan program bimbingan, 3). Evaluasi pelaksanaan program bimbingan, 4). Analisis pelaksanaan bimbingan, 5). Tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya yang menyatakan bahwa IPBI sejajar dengan PGRI dan ISPI. Hal ini tercantum dalam pengumuman Menteri Dalam Negeri taggal 5 Agustus 1994, bahwa IPBI tercantum dalam nomor urut 43 dari 738 organisasi kemasyarakatan.
Standar Prestasi Kerja Guru (menurut petunjuk pelaksanaan Keputusan Mendikbud dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara no 0433 P/1993, No 25 tahun 1993 Bab III pasal IV, menyatakan :
1. Standar prestasi keeja Guru Pratama sampai dengan Guru Dewasa Tingkat I dalam melaksanakan proses belajar mengajar atau bimbingan meliputi kegiatan :
        a. Persiapan program pengajaran atau praktek atau bimbingan dan konseling.
        b. Penyajian program pengajaran atau praktik atau bimbingan dan konseling,
        c. Evaluasi program pengajaran atau praktek atau bimbingan atau konseling.
2. Standar prestasi kerja Guru Pembina sampai dengan  Guru Utama selain tersebut pada ayat 1, ditambah:
a. Analisis hasil evaluasi pengajaran atau praktek atau bimbingan konseling.
b. Penyusunan program perbaikan dan pengayaan atau tindak lanjut pelakasanaan bimbingan dan konseling.
c. Pengembangan profesi dengan angka kredit sekurang-kurangnya 12.
3. Khusus Standar kompetensi prestasi kerja Guru kelas, selain tersebut pada ayat 1) atau ayat 2) sesuai dengan jenjang jabatannya ditambah melaksanakan program bimbingan dan konseling di kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
Pasal 5
Ayat 3 : Jumlah peserta didik yang harus dibimbing oleh seorang guru pembimbing adalah 150 orang.
Ayat 4 : kelebihan peserta didik bagi guru pembimbing yang dapat diberi angka kredit adalah 75 orang, berasal dari pelaksanaan program bimbingan dan konseling.
Ayat 7 : Guru pembimbing yang menjadi Kepala Sekolah wajib melaksanakan bimbingan dan konseling terhadap 40 orang pesrta didik.
Ayat 9 : Guru sebagaimana tersebut pada ayat 7 yang menjadi wakil Kepala Sekolah wajib melaksanakan bimbingan dan konseling terhadap 75 orang peserta didik.
11)  SK Mendikbud No 025/0/1995 tentang Petunjuk teknis ketentuan pelaksanaan jabatan  Fungsional Guru dan Angka kreditnya, antara lain ( Butir 1, 5a, 5c, 7a, b, d)
Bimbingan dan Konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun secara kelompokagar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang bimbigan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku (jenis layanan ada 7 butir, kegiatan pendukung ada 5 butir).
Butir 5 a: setiap Guru Pembimbing diberi tugas bimbingan dan konseling sekurang-kurangnya terhadap 150 siswa.
Butir 5 b: pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling dapat diselenggarakan di dalam atau luar jam pelajaran sekolah.
Butir 7 a : setiap kegiatan penyusunan program, melaksanakan program, mengevaluasi, menganalisis, dan melaksanakan kegaitan tindak lanjut; kegiatannya meliputi :
     a.       Layanan Orientasi
Kegiatan layanan orientasi, konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok dilaksanakan di luar jam pelajaran sekolah. Kegiatan diluar jam pelajaran sekolah ini dapat mencapai 50% dari seluruh kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah (SK Mendikbud No. 25/O/1995)
     b. Layanan Informasi
     c. Layanan Penempatan dan Penyaluran
     d. Layanan Pembelajaran
     e. Layanan Konseling Perorangan
     f.  Layanan Bimbingan Kelompok
     g. Layanan Konseling Kelompok
     h. Instrumentasi BK
     i. Himpunan Data
     j. Konferensi Kasus
     k.Kunjungan Rumah
     l. Alih Tangan Kasus
Waktu kegiatan : kegiatan layanan dan pendukung dilaksanakan pada jam pelajaran sekolah dan diluar jam pelajaran sekolah, sampai 50% dari seluruh kegiatan bimbingan dan konseling, sesuai dengan SK Mendikbud No. 25/O/1995.
Butir 7 b: Kegitan bimbingan secara keseluruhan harus mencakup bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir.
Butir 7 d: Kegiatan Bimbingan Memakan Waktu rata-rata 2 jam tatap muka.
      12) Undang-Undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan nasional. Bab 1 Tentang Ketentuan Umum. Pasal 1 :
Ayat 1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,bangsa dan Negara. Maka dapat diterima pendapat yang mengatakan bahwa pendidik, di dalamnya termasuk konselor seyogyanya adalah pribadi-pribadi yang memiliki ciri-ciri berikut :
1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Ciri ini hendaknya tampil dalam perilaku keseharian seorang konselor dalam memperlakukan klien dan pengambilan keputusan ketika merancang pendekatan yang akan digunakan.
2. berpandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai mahluk spiritual, bermoral, individual dan sosial. Konselor hendaknya memandang klien bukan sebagai mahluk yang dapat diperlakukan semena-mena sesuai dengan rasa senang konselor (dianggap permainan).
3. menghargai harkat dan martabat manusia dan hak asasinya, serta bersikap demokratis. Karakteristik ini menunjuk kepada suatu perlakuan konselor terhadap klien dengan didasarkan pada anggapan bahwa klien sama dengan dirinya sendiri sebagai mahluk yang mempunyai harkat dan martabat mulia. Disamping itu konselor tidak boleh membeda-bedakan perlakuan kepada klien.
4. menampilkan nilai, norama dan moral yang  berlaku dan beraklak mulia. Karakteristik ini memberikan gambaran bahwa konselor dituntut selalu bertindak dan berperilaku sesuai nilai, norma, dan moral yang berlaku. Ciri ini hendaknya tercermin dalam diri konselor dalam perilaku kesehariannya maupun dalam segala tindakan konseling.
5. menampilkan integritas dan stabilitas kepribadian dan kematangan emosional. Seorang konselor hendaknya memiliki kepribadian yang utuh sehingga ia tidak mudah terpengaruh oleh suasana yang timbul pada saat konseling.
6. cerdas, kreatif, mandiri dan berpenampilan menarik. Ciri ini sangat diperlukan oleh seorang konselor, sebab ia harus dapat mengambil keputusan tentang tindakan apa yang seharusny dilakukan dalam menghadapi klien yang seperti apapun kondisinya. Ia juga harus dapat menarik hati klien karena banyak klien yang sebelum bertemu dengan konselor sudah mempunyai pandangan negatif terhadapnya.
 Ayat 6.
Standar Kompetensi Lulusan
Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur (UU RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6). Namun sebagaimana telah diisyaratkan, dalam kesejajaran posisi itu teramati 2 jenis konteks tugas dan ekspektasi kinerja yang berbeda secara mendasar sehingga masing-masing merupakan layanan ahli yang unik, yaitu konteks tugas dan ekspektasi kinerja pendidik yang menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks pelayanan, dan pendidik yang tidak menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks pelayanan. Dalam kaitan ini, konselor tidak menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks pelayanan, tetapi yang menggunakan proses pengenalan diri oleh konseli sebagai konteks pelayanan, sehingga merupakan layanan ahli yang unik sebagaimana telah disebutkan, meskipun sama-sama diampu oleh pendidik yang bertugas dalam jalur pendidikan formal. Oleh karena itu, yang harus diingat adalah, bahwa pendidik yang tidak menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks pelayanan itu, harus bekerja bahu-membahu dengan pendidik lain yang menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks pelayanan, dalam rangka menghasilkan lulusan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang terwujud sebagai karakter yang kuat, kemampuan dan kebiasaan menghormati keragaman sebagai ciri khas jati diri individu warga masyarakat yang memperkokoh integrasi bangsa, serta menguasai hard skills dan soft skills sehingga mampu hidup produktif dan sejahtera serta peduli kepada kemaslahatan umum. Ini juga berarti bahwa konteks kerja dan ekspektasi kinerja konselor tidak dapat digunakan sebagai konteks tugas dan ekspektasi kinerja guru, sebagaimana halnya sebaliknya, konteks tugas dan ekspektasi kinerja guru juga tidak boleh digunakan sebagai konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor. Oleh karena itu, perlu disusun standar kualifikasi akademik dan kompetensi berdasarkan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor, yang berbeda dari konteks tugas dan ekspektasi kinerja guru.
Dengan mempertimbangkan berbagai kenyataan serta pemikiran yang telah dikaji, dapat ditegaskan bahwa pelayanan ahli bimbingan dan konseling yang diampu oleh Konselor berada dalam kawasan pelayanan yang bertujuan memandirikan individu yang normal dan sehat dalam menavigasi perjalanan hidupnya melalui pengambilan berbagai keputusan penting termasuk yang terkait dengan keperluan untuk memilih, meraih serta mempertahankan karier untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi warga masyarakat yang peduli kemaslahatan umum melalui pendidikan.
Ayat 7. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Konselor pendidikan adalah konselor yang bertugas dan bertanggung jawab memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan. Konselor pendidikan merupakan salah satu profesi yang termasuk ke dalam tenaga kependidikan seperti yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maupun Undang-undang tentang Guru dan Dosen.
      13) UU RI Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Penataan yang bersifat sistematik dilakukan melalui UU RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, namun konteks  tugas dan ekspektasi kinerja konselor yang berbeda dari konteks tugas dan ekspektasi kinerja guru itu, ternyata belum diatur secara tegas dalam undang-undang tersebut, maupun dalam peraturan pemerintah dan peraturan-peraturan lain yang diterbitkan berikutnya, sehingga mendorong Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) untuk mengambil prakarsa untuk menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor yang tidak menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks pelayanan, yang pada gilirannya, juga menuntut penataan secara menyeluruh pula kerangka pikir pelayanan ahli bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal di tanah air. Untuk melakukan penataan kerangka pikir yang dimaksud, ABKIN melakukan kajian akademik yang menyeluruh termasuk terhadap ketentuan perundang-undangan di tanah air yang hasilnya dituangkan dalam bentuk Naskah Akademik Penataan Pendidikan Profesional Konselor, yang pengembangannya didukung oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional.

Berawal dari naskah akademik tersebut di atas, dikembangkan sejumlah rambu-rambu terkait dengan penyelengaraan pendidikan profesional konselor, pendidikan profesional pendidik konselor, dan penyelengaraan pelayanan bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal. Dalam kaitan dengan pendidikan profesional konselor, penataan dilakukan sesuai dengan amanat UU RI Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Demikianlah, sebagai pendidik, konselor dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimum S-1, sebagaimana halnya pengampu layanan ahli di bidang lain seperti dokter. Konselor juga dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik S-1, yang mencerminkan penguasaan kemampuan akademik di bidang bimbingan dan konseling. Untuk keperluan ini diselenggarakan program S-1 Bimbingan dan Konseling dengan tujuan memfasilitasi pembentukan kompetensi akademik calon konselor, yang direpresentasikan dengan Ijazah sarjana pendidikan dengan kekhususan dalam bidang bimbingan dan konseling. Selanjutnya, sesuai dengan ketentuan undang-undang, pembentukan penguasaan kemampuan profesional yang utuh sebagai penyelenggaraan pelayanan ahli bimbingan dan konseling yang memandirikan dalam jalur pendidikan formal, juga diselenggarakan pendidikan profesi berupa latihan menerapkan kompetensi akademik dalam bimbingan dan konseling, dalam konteks otentik khususnya dalam jalur pendidikan formal. Pada bagian-bagian berikutnya, dipaparkan rambu-rambu yang wajib diindahkan dalam penyelenggaraan Pendidikan Profesional Konselor, baik pada tahap pembentukan kemampuan akademik maupun pada tahap pembentukan kemampuan menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

misi : membangun kekayaan mental manusia indonesia demi kehidupan yang lebih bernilai

slogan : bosan kita menderita ! saatnya bersama! bangun indonesia !